Rabu, 25 Juli 2012

Memang Mesti Dipaksa

Memang Mesti Dipaksa

M. Rasyid Nur
OPINI | 28 May 2012 | 08:30 Dibaca: 34   Komentar: 2   Nihil
TERNYATA tidak semua ‘pemaksaan’ dapat disebut jelek. Tidak selalu negatif, begitu. Ada juga rupanya pemkasaan yang bernilai positif. Setidak-tidaknya setelah akhirnya dapat menyadari kondisi pemaksaan itu muncul memang karena diperlukan.
Dalam hal mengembangkan diri, misalnya tidak selalu salah ada unsur paksa di dalamnya. Walaupun penggiat HAM ‘mengharamkan’ unsur paksa dalam konsepnya namun pemaksaan yang satu ini saya kira tidaklah salah. Pemaksaan oleh diri sendiri kepada dirinya sendiri juga, tentulah tidak termasuk kategori pelanggaran HAM. Lebih tepat disebut sebagai kemauan keras diri kepada diri sendiri.
Saya khusus mengmbil contoh dalam keinginan membuat karya tulis (mau serius atau sekedar mengisi waktu saja) umpamanya. Persoalan ini menarik saya bukan saja karena masih banyaknya rekan-rekan pendatang baru yang mengeluh, sulitnya mengalahkan rasa malas dalam khazanah tulis-menulis tapi lebih kepada diri saya sendiri. Saya sendiri merasakan betapa tidak mudahnya merealisasikan keinginan.
Untuk mewujdukan keinginan –jedi penulis– itu tetap saja tidak mudah terutama di tahap awal. Di hati kecil, melihat rekan-rekan kita melahirkan tulisan bahkan buku yang diterbitkan, timbul juga keinginan untuk melakukannya. Tapi itu tidak mudah.
Dengan modal rajin membaca, seseorang pasti sangat ingin menulis –membuat karya tulis– seperti tulisan-tulisan yang dibacanya. Semakin banyak membaca semakin besar pula keinginan untuk menuangkannya kembali lewat tulisan. Ini lazim adanya.
Pada tahap memulai, terkadang tiba-tiba terasa banyak ide yang ingin diungkapkan. Syukur, pada saat tertentu itu mampu menuliskannya. Dengan menggunakan berbagai media (online atau cetak) akhirnya muncul juga karya tulis itu di tengah publik. Tapi pada tahap memulai pula selalunya kesulitan menelorkan tulisan terasa sulit.
Di tahap seperti itulah perlunya keberanian memaksa diri untuk melahirkan tulisan. Seperti apapun tulisan itu tidak harus menjadi ketakutan. Biarkan saja hasil karya tahap awal itu mungkin tidak menarik menurut kita sendiri. Paksakan saja hingga tulisan itu lahir.
Beberapa kali tulisan muncul, misalnya. Beberapa tulisan mungkin pula mendapat tanggapan dari pembaca. Tanggapan positif maupun negatif harus pula mampu menerimanya dengan baik. Hingga sampai satu titik, tidak mudahnya melanjutkan mereproduksi pikiran dan perasaan lewat tulisan. Otak selalu terasa mandeg menghasilkan tulisan-tulisan baru. Sekali lagi mesti dipaksakan.
Nah, pada posisi kesulitan melahirkan tulisan seperti dalam keadaan begitulah maksud saya untuk terus ‘memaksa’ diri menghasilkan karya. Apa saja, tulis saja. Topik yang hangat atau tidak, bahasanya menarik atau tidak, jangan dihiraukan.
Saya ingin menegaskan bahwa tulisan yang Anda hadapi ini pun bermula karena beberapa hari ini otak saya seperti buntu kalau berhadapan dengan komputer. Entah karena begitu banyaknya tugas-tugas rutin dan keseharian entah karena apa, yang pasti setiap ingin menulis setiap itu pula rasa bosan dan malas datang. Otak seperti kosong.
Akhirnya muncullah tulisan dengan judul seperti ini. Apakah tulisan ini akan berguna buat pembaca? Nah itu tadi, tidak terlalu saya pusingkan. Apalagi kalau membaca variasi motivasi dari beberapa penulis ulung di Tanah Air ini, tidak kurang pula di antara mereka yang cenderung memaksakan diri untuk menghasilkan karya tulisnya yang jadi ‘best seller’ itu meskipun dikemas dengan istilah ‘kerja keras’. “Pan sama aja,”  kata Jojon si pelawak itu.
Jadi, hendak menulis juga mesti dipaksa? Mengapa tidak. Kan memaksa diri sendiri. Jika karena tulisan ini ada diantara pembaca yang merasa terpaksa juga, itulah amanatnya. Semoga!***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar