Rabu, 25 Juli 2012

Tugas RT, Itu juga Ujian Guru

Tugas RT, Itu juga Ujian Guru

M. Rasyid Nur
OPINI | 31 May 2012 | 05:59 Dibaca: 100   Komentar: 2   Nihil
KEBIJAKAN pemberian tunjangan sertifikasi bagi guru-guru yang sudah bersartifikat profesional telah mengubah beberapa paradigma guru terhadap sekolah dan tanggung jawabnya serta pandangan sekolah dan masyarakat terhadap guru itu sendiri. Bukan saja karena perbedaan penghasilan sebelum dan sesudah sertifikasi tapi juga pamor dan gengsi menjadi guru juga berubah sebagai ikutannya.
Pandangan sebelah mata kepada guru seperti masa lalu sudah hilang. Apalagi menutup mata, sudah tak ada. Status guru benar-benar berubah dengan kebijakan pemberian tunjangan sertifikasi tersebut. Guru-guru juga tidak lagi merasa minder memikul statusnya sebagai guru. Dulu anekdotnya ‘umar bakri’ kini ‘aburizal bakri’.
Konsekuensi pemberian penghasilan lebih itu otomatis diikuti oleh tuntutan tanggung jawab dan pekerjaan yang lebih besar pula. Di sekolah guru dibebani berbagai tuntutan sesuai kewajiban dan perannya sebagai guru. Dari kompetensi akademis hingga kompetensi sosial tidak lagi dapat diabaikan. Sementara di tengah masyarakat dan di rumah sendiri juga ada peran dan tanggung jawab yang melekat.
Ada belasan tugas dan tanggung jawab guru di sekolah. Beberapa tugas yang tak bisa tidak itu antara lain misalnya, 1) Guru harus melaksanakan pembelajaran dan menyuruh peserta didiknya untuk belajar; 2) Guru harus membimbing dan membina anak-didik serta membina sekolah sekaligus; 3) Guru harus mendiagnosa sekaligus memberi solusi kesulitan-kesulitan peserta didik; 4) Guru harus pula membuat dan menyelenggarakan penelitian serta pengembangan dirinya.
Fungsi dan tanggung jawab itu masih bisa dan dapat terus dikembangkan sesuai tuntutan dan perkembangan yang ada. Pastinya tugas berat guru itu adalah konsekuensi logis dari fungsi dan tanggung jawabnya sebagai pengajar dan pendidik yang hak-hak finansialnya juga menjadi keharusan. Alasan mencari penghasilan tambahan di luar dinas juga tidak bisa ditoleransi lagi.
Terlepas dari begitu besarnya harapan kepada guru di satu sisi dan begitu beratnya pula beban dan tanggung jawab guru di sisi lain, guru tetaplah manusia biasa. Guru adalah masyarakat biasa dengan kemungkinan predikat isteri atau suami di rumah. Mungkin juga menjadi emak atau ayah dari anak-anak tersayang atau menjadi abang dan kakak dari beberap adiknya. Bisa pula menjadi Ketua RT (Rukun Tetangga) atau Ketua RW (Rukun Warga) di sekitar rumah tempat tinggal. Bukankah guru juga wajib memiliki kompetensi sosial?
Mengatur dua atau lebih peran itulah tidak jarang guru bisa keliru. Fungsi dan tanggung jawab guru sekaligus sebagai manusia biasa dengan segala predikat tadi jika diperlukan dalam satu kesempatan yang sama, salah satu terkadang mesti dikorbankan. Seorang Ibu Guru yang seharusnya melaksanakan tugas pembelajaran di sekolah tapi dalam waktu yang sama harus pula mengurus anak kecilnya yang kebetulan sakit di rumah, itu tidaklah mudah. Integritas diri akan menjadi barometer dan taruhannya.
Mengabaikan salah satu peran juga tidak mudah dan mungkin tidak bisa. Di sinilah sesungguhnya ujian berat seorang guru. Menyukseskan penyelenggaraan pembelajaran dan tugas-tugas pendidikan di sekolah di satu sisi, sementara di sisi lain pun harus melaksanakan peran lain yang melekat pada dirinya. Jika guru secara keliru mementingkan salah satu dan mengabaikan yang lainnya maka akan terjadi perang dan kesulitan berkepanjangan pada diri guru itu sendiri.
Untuk ini diperlukan kematangan berpikir dan keahlian bertindak dalam mengatur kedua-duanya. Guru tidak bisa meninggalkan tugas dan tanggung jawab keguruannya di sekolah dengan alasan ada pekerjaan Rumah Tangga (RT) dan begitu pula sebaliknya. Tapi guru yang baik mestinya mampu melewati kesulitan seperti itu. Tugas RT memang salah satu ujian guru dalam usaha menyukseskan fungsi dan tanggung jawabnya sedbagai guru. Semoga!***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar